Seri Memilih Pemimpin Makassar: Kembalikan Kejayaan Budaya

Oleh: E.Z. Muttaqien Yunus

Satu kekayaan bangsa kita adalah keragaman budaya yang sejatinya bisa menjadi sebuah nilai utama bagi sebuah bangsa. Tidak terkecuali Makassar, kita memiliki nilai-nilai budaya yang menjadi landasan kuat dan ciri khas warga Makassar, seperti sikap siri’ na pacce’, sipakatau, sipakainge, sipakalebbi dan berbagai nilai-nilai lainnya.

Tidak sedikit peninggalan-peninggalan sejarah budaya yang menyimpan nilai sangat berharga yang kita miliki. Namun sayangnya, lambat laun budaya dasar kita semakin menghilang tergerus oleh budaya barat serta derasnya gelombang budaya K-POP. Sikap acuh terhadap kebudayaan asli kita juga menjadi salah satu faktor yang membuatnya terlupakan.

Peran pemerintah kota ke depan perlu mendorong untuk terus menjaga, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan kita agar dapat terus tumbuh bahkan mewarnai wilayah lain sebagaimana gelombang hallyu.

Kita patut berbangga saat ini F8 menjadi satu event internasional yang tercatat di agenda Kementerian Pariwisata sebagai agenda rutin tahunan. Selain menjaga kebudayaan juga mendatangkan wisatawan berkunjung ke Makassar.

Keberlanjutan kegiatan ini perlu terus dijaga, jangan nantinya karena berseberangan politik dengan inisiator F8 akhirnya kegiatannya tidak dilanjutkan.

Satu hal yang hilang di Makassar adalah Gedung Kesenian Kota. Perlu sebuah gedung kesenian kota yang akan menjadi tempat untuk para budayawan kita mengekspresikan karya-karyanya.

Gedung yang akan digunakan oleh para penyanyi untuk pertunjukan kecil, pemain teater dapat menampilkan pertunjukan rutin serial epos La Galigo, para sastrawan kita dapat tampil membacakan dan memusikalisasikan puisi-puisinya, kita bisa nonton orkestra di sana, menonton standup komedian atau karya-karya lainnya.

Kita kehilangan hal-hal seperti itu, sebuah panggung bagi para seniman lokal berekspresi. Ketiadaan sarana untuk berekspresi membuat para seniman malas untuk berlatih yang lambat laun semakin menghilang dan budaya serta pengetahuannya bisa musnah.

Tidak banyak calon kepala daerah yang mau menjadikan isu ini sebagai bahan kampanye, karena kurang seksi. Padahal kalau berkaca ke Bali, dengan mengangkat budaya mereka, bisa mendatangkan wisatawan serta memberi pemasukan yang besar bagi Pendapatan Kota serta mendorong perekonomian warganya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *