Keadlilan itu Hanya di Negeri Dongeng

Oleh: Nurjannah

LENTERA.PRESS – Sebuah negeri yang makmur, dengan senyuman rakyat yang tulus kepada penguasanya, tak ada diskriminasi menjadi impian banyak orang tentunya. Begitulah yang terbersit dalam benakku setiap kali membaca cerita dongeng.

Tapi, berita yang berseliweran di sosial media seakan membuyarkan semuanya.

Mengutip dari jpnn.com, SURABAYA, Minggu 28 Juli 2024 – Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti.

Putusan tersebut langsung menuai sorotan publik. Penyebabnya, majelis hakim menilai Edward Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP (https://www.jpnn.com/news/ronald-tannur-divonis-bebas-ratusan-massa-bakal-gelar-aksi-tuntut-keadilan-bagi-dini-sera-afrianti)

Sungguh menyesakkan dada. Bagaimana tidak, seharusnya perkembangan teknologi tak menjadikan keadilan tumpul ke atas tajam ke bawah. Realita saat ini nampak kontras karena keadilan hanya dipegang oleh mereka yang punya kekuasaan dan harta melimpah.

Bahkan dengan dalih aturan, keadilan digadaikan. Miris, bukankah negeri ini adalah negeri hukum? Tapi mengapa hukum seakan selingkuh dengan pemegang kursi kekuasaan?

Entahlah, mengapa aturan undang-undang, seperti bola yang bebas diarahkan ke mana saja sesuai tujuan orang-orang yang berhasil mengambilnya. Duhai negeriku mengapa keadilan itu serasa asing dan mahal?

“Mengapa harus nunggu viral dulu baru bising kemudian?.”

Demokrasi katanya, dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Tapi, berapa banyak suara atau kepentingan rakyat tergadai dalam beberapa tahun terakhir?

Di mana makna demokrasi yang katanya memperjuangkan hak rakyat?

Padahal seharusnya, negara menjadi tameng atas urusan yang menimpa rakyat, tanpa peduli latar belakangnya, tanpa peduli cuannya berapa.
Lantas ke mana rakyat harus memperjuangkan nasibnya? Aduhai, adakah keadilan? Ataukah memang itu hanya impian anak kecil yang tak akan pernah menjadi nyata?

Inilah watak asli sistem Kapitalisme. Topeng manis atas nama demokrasi telah terbuka lebar, rapuh dimakan rayap kepogahan penguasanya. Membuka segala apa yang disembunyikannya.

Jelaslah sudah rakyat melihat betapa keadilan ada di tangan yang bercuan. Coba bayangkan jika pelaku pembunuhan berasal dari kasta rakyat biasa, tak berselang lama kasusnya selesai dan tutup mata.

Tapi jika berurusan dengan Peng-uasa, entah ke mana keadilan berlabuh atau berapa lama kasus harus diusut hingga tuntas atau ditinggalkan begitu saja dan dilupakan. Ah seperti anak kecil yang bosan dengan makan siangnya.

Sungguh menyayat hati. Sedangkan nasib rakyat kini tak sedikit yang tengah berjuang mengemis keadilan yang entah ke mana perginya.

Seakan semua keadilan termakan kepentingan. Di manakah keadilan itu? Apakah itu hanya ilusi atau di negeri dongeng saja? Lantas sampai kapan rakyat mencari keadilan itu?

Keadilan Dalam Islam bak negeri dongeng

Dalam Islam Khalifah (pemimpin) yang berhak melegislasi hukum, sedangkan kedaulatan berada di tangan hukum syarak (aturan Islam). Para penegak hukumnya dipilih dari orang-orang yang amanah dan paham hukum Islam. Tak ada satupun warga negara termasuk khalifah yang bebas dari hukuman.

Meski para qadhi (hakim) dipilih oleh khalifah, tapi jika khalifah melanggar aturan maka qadhilah madzhalimlah yang berhak menghukumnya. Gambbaran hukum adil di masa peradaban Islam.

Satu kewajaran bila peradaban Islam menjadi satu peradaban yang tergambar dalam kisah di negeri dongeng. Karena peradaban yang menjadikan manusia berkarakter dan bermoral yang memuliki budi pekerti yang luhur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *