Opini: Menyoal Dugaan Nepotisme RSUD Enrekang

LENTERA.PRESA – Makassar Pergantian pucuk pimpinan RSUD Massenrempulu Enrekang baru ini menghadirkan berbagai spekulasi serta sorotan tajam. Setelah resmi Bupati Muh Yusuf Ritangnga mencopot dr Ira Desti Saptari dari jabatan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Enrekang, kemudian menunjuk Adik, drg Rahmad Ritangnga untuk mengisi jabatan semetara. Sebagai Pelaksana Tugas (PLT), Direktur RSUD Enrekang.

Hal ini menimbulkan tanda tanya serius terkait transparansi dan profesional dalam mengambil kebijakan dirana pengelolaan Rumah Sakit Daerah.

Secara formal mutasi ini didasarkan pada keputusan Bupati dan didasarkan pada keputusan Bupati dan landasan hukum yang mengacu pada regulasi ASN dan tata kelola Pemerintah Daerah.Penjelasan pihak Pemerintah menyebutkan bahwa drg. Ira Desti dikembalikan ke posisi dokter gigi fungsional di Kecamatan Baraka yang memang membutuhkan tambahan tenaga pelayanan, semetara drg. Rahmad dipercaya mengawal manajemen rumah sakit dengan harapan bisa membawa perbaikan pelayanan kesehatan publik.

Namun penunjukan PLT Direktur yang tidak lain yakni saudara kandung Bupati ini terkesan nepotisme yang sulit diabaikan. Meski pejabat pemerintah membantah adanya hubungan kekerabatan sebagai alasan penunjuk dan menegaskan jabatan PLT bersifat sementara dengan seleksi terbuka yang akan segera digelar, stigma ketidak transparan tetap melekat.

Disisi lain Sekda dan pihak terkait semestinya mengedepankan keterbukaan, tidak transparan dalam menyebut nama dapat diartikan sebagai upaya menutupi potensi konflik kepentingan.

Jika Sekda dan BKPSDM Enrekang menyebutkan nama-nama calon yang sebenarnya diajukan untuk mengisi posisi Plt. RSUD Enrekang sebelum akhirnya dipilih drg. Rahmad maka Masyarakat akan mendapat Gambaran yang lebih jelas mengenai kriteria dan evaluasi yang dilakukan.Dengan adanya data tersebut, akan timbul potret yang objektif, siapa yang paling siap secara kompetensi dan pengalaman. Ini tentunya melahirkan legitimasi kepemimpinan baru yang kuat serta menghindari prasangka tentang nepotisme.

Dalam rana pelayanan publik yang krusial seperti kesehatan, pengelolaan secara profesional dan terbuka adalah mutlak sehingga kepercayaan masyarakat tidak terkikis.Lebih lanjut, pencopotan tanpa penjelasan rinci dan latar belakang yang jelas menimbulkan spekulasi, termasuk dugaan terkait kasus hukum yang dialami Kejaksaan Negeri Enrekang di lingkungan RSUD.

Masyarakat berhak mengetahui secara jelas perubahan pimpinan rumah sakit agar tidak ada asumsi atau politisasi jabatan yang dapat berdampak negatif pada kinerja RSUD Enrekang.

Hal ini penting pada pemerintahan daerah untuk memastikan proses pergantian jabatan strategis seperti Direktur RSUD dilakukan dengan mekanisme yang transparan, objektif serta bebas dari intervensi kepentingan pribadi maupun politik.

Terlebih RSUD adalah ruang utama dalam pelayanan kesehatan masyarakat yang rawan mengalami terganggunya kualitas jika pemimpin tidak dipilih berdasarkan kompetensi dan kinerja yang jelas.

Ketiadaan seleksi terbuka dalam menunjuk, ini juga melemahkan prinsip good governance yang menuntut transparansi, fase ini penting seperti pergantian Plt. Direktur RSUD Enrekang prose perekrutan yang terbuka juga menjadi saran untuk menyiapkan figur terbaik yang mampu membawa rumah sakit keara peningkatan kualitas layanan dan pengelolaan yang efisien. Dengan tidak adanya seleksi, justru muncul potensi konflik kepentingan serta melemahkan kepercayaan publik terhadap manajemen rumah sakit.

Selain ada alasan bahwa banyak calon belum siap, perlu diluruskan secara terbuka kepada masyarakat sehingga tidak melahirkan dali bagi praktik pengangkatan jabatan yang kurang akuntabel.

Kedepan, sangat diharapkan proses seleksi jabatan Direktur secara terbuka dan profesional dapat segera dilakukan. Selain evaluasi kinerja dan integritas pejabat yang masuk dalam birokrasi, kesehatan harus menjadi institusi pelayanan yang dapat dipercaya.

Dengan demikian, langka pengangkatan PLT yang kebetulan memiliki hubungan darah dengan kepala daerah harus dilihat bukan sebagai bentuk kolusi atau nepotisme, namun harus diimbangi dengan komitmen kuat untuk menghadirkan kepercayaan publik.

Mungkin saja dengan cara tersebut RSUD Massenrempulu bisa benar-benar menjadi simbol kemajuan kualitas pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat Enrekang terjamin melalui pelayanan nyaman dan aman.

Singkatnya pengangkatan adik Bupati, Rahmad Ritangnga sebagai Plt. RSUD Enrekang tanpa melalui tahapan rekrutmen seleksi terbuka menyalahi prinsip good governance hal ini menurunkan kredibilitas lembaga pelayanan publik yang sangat vital.

Pemerintah daerah dan BKPSDM harus segerah memastikan seleksi terbuka untuk jabatan definitif dilaksanakan dengan transparan sehingga pelayanan kesehatan di RSUD Massenrempulu dapat berjalan optimal serta dapat dipercaya masyarakat Enrekang.

Oleh: Ishak Aktivis Mahasiswa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *