Opini: Gen Z Nganggur Benarkah Karena Mageran ?

Oleh: Nurjannah, A.Md.Kes

LENTERA.PRESS Bestie, ayo ngacung siapa nih yang kemarin sore baru aja pakai toga? Atau yang udah bulukan toganya tapi belum juga dapat lamaran? Eh maksudnya lapangan kerja loh ya. Pasti banyak yang ngacung nih. Tapi tahu nggak sih gen Z itu siapa aja sih?

Mengutip dari djkn.kemenkeu.go.id Adapun Gen Z, merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 8-23 tahun.

Potensi dan energitas yang di miliki Gen Z, jiwa muda yang menggebu-gebu, dengan kepahaman dan keelokannya soal tegnologi tak sebanding dengan generasi sebelumnya.

Harusnya bisa kerja di mana aja dong. Sayangnya usia yang produktif ini tak sebanding dengan data berikut, dikutip dari detik.com Jakarta – Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 10 juta gen-Z, yang sekarang memasuki usia produktif, masih menganggur. Lebih jelasnya, ada 22,25% dari total 44,47 juta anak muda usia 15-24 tahun yang belum bekerja. (26/5/24)

Hmm, coba cek-cek deh. Muka masih unyu-unyu, otak masih fresh. Kok bisa yah bestie? Padahal udah capek-capek kuliah, belum lagi penderitaan selama hidup di perantauan, Atau emang lebel mager itu pantas disematkan pada Gen Z?

Stop Sampai di Sini, Mari Cek Data Lagi

Dalam KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks ketersediaan lapangan kerja mengalami sedikit penurunan pada Desember 2023. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) menunjukkan, indeks ketersediaan lapangan kerja memang relatif stabil, namun sedikit mengalami penurunan sebesar 0,4 poin menjadi 112,7 pada Desember 2023.

Data di atas setidaknya bisa menjadi kesimpulan bahwa selain dari instantnya gaya hidup generasi Z, tak bisa dipungkiri yang menjadikan mereka sulit mendapat pekerjaan karena ketersediaan lapangan pekerjaan yang berstandar tinggi.

Sadar nggak sih, baru aja lulus, persyaratan yang terpampang di lowongan kerja “Punya pengalaman kerja”, belum lagi bakingan orang dalam, sudah menjadi rahasia umum di negeri konoha (Indonesia) bagaimana sejumlah persyaratan membuat calon pelamar mati kutu duluan.

Hmm, jadi sedikit lega kan bestie, ternyata magermu tak sepenuhnya bersalah.

Investasi asing tak kalah bikin runyam. Why? Coba pikir deh berapa banyak pekerja kasar industri milik asing di negeri Konoha (Indonesia) yang berstatus sarjana, atau malah kebanyakan pekerja di Industri malah dari negeri asing alias TKA.

Bikin pusing tentunya. Padahal sejak di sekolah dasar kita diajarkan sebuah lagu “bukan lautan tapi kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu…,” nyanyian yang selalu menghiasi masa masa kecil

Sadar nggak sih negeri kita kaya sumber daya alamnya, tapi kesenjangan ekonomi semakin terlihat bahwa kekayaan bukan untuk pri bumi yang punya negeri. Belum lagi harapan orangtua bikin sesak, alhasil lagi-lagi gen Z malah dicap mageran. Hikss.

Coba renungkan deh, sambil bayangin kamu lagi nonton drama negeri ginseng dengan konflik politiknya atau drama kerajaan gitu. Ok, siap bestie?

Kenapa Indonesia Tidak Bisa Mengelolah Sumber Daya Alam ?

Sumber daya alam, nikel, aspal, emas, batu bara, dan teman sekawannya, udah dicaplok asing. Bukan ikan asin yah, tapi orang luar. Mereka mengelola sumber daya alam kita, parahnya kerusakan lingkungan malah kita yang nanggung. Pengelolanya orang asing, penduduk asli kebanyakan hanya menjadi buruh kasar. Wajar kan kalau lapangan pekerjaan tak menantimu wahai Gen Z.

Jadi kuliah sekian tahun, dengan jurusan yang sebenarnya emang berguna bagi kepentingan negeri ini, malah tak bisa digunakan. Why?
Inilah watak sistem Kapitalisme, selama tak punya manfaat menurut pandangan penguasa, maka jangan pernah berharap kamu akan berguna. Sampai sini pahamkan, kenapa si Gen Z sulit dapat kerjaan?

Mindset sistem ini menjadikan generasi hanya fokus meraih cuan, bukan untuk menghasilkan manfaat bagi masyarakat banyak. Alhasil meskipun mendapat kerja fokusnya hanya keuntungan tanpa peduli halal dan haram. Sesaknya mencari lapangan pekerjaan menjadi persaingan berat.

Semua ini terjadi karena penguasa berlepas tangan dari tanggungjawabnya untuk mensejahterakan dan memberikan keadilan bagi seluru rakyat Indonesia rakyatnya. Buktinya harusnya penyediaan lapangan pekerjaan ditentukan oleh penguasa bukan swasta. Alhasil generasi muda berlomba-lomba mencari lapangan kerja bagai fatamorgana. Entahlah kita serasa digiring pada ingatan masa lalu penjajahan di negeri Konoha.

Bagaimana Harusnya Negeri Konoha Atau Bangsa ini dikelolah ?

Ini sangat berbeda dengan daulah Islam, di mana potensi generasi muda sudah dipoles sedemikian rupa demi kemaslahatan umat. Potensi mereka diasah hingga menghasilkan generasi berkualitas, fokusnya bukan sekedar nilai akademik semata. Para generasi muda tak perlu berangan-angan untuk mewujudkan cita-citanya meraih jurusan yang ia sukai. Sebab penguasa akan memberikannya kemudahan meraihnya selama sesuai dengan kapasitas mereka. Maka wajar jika karya-karya ilmuan Islam bisa bertahan hingga kini. Ketakwaan individu sangat didukung oleh negara dan masyarakatnya.

Bagaimana tidak, pendidikan begitu dimudahkan tanpa perlu membayar untuk memperkaya perguruan tingginya, kebutuhan mereka ditunjang negara. Ketika lulus pun mereka akan diarahkan pada pekerjaan sesuai bidang mereka dengan gaji yang tak akan menyamai gaji minimum saat ini.

Hal ini terjadi sebab penguasa mengurusi urusan umat atas dasar ketakwaan. Bayangkan sistem ini mampu bertahan selama 1300 tahun dan menghasilkan banyak karya fenomenal. Seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi dan banyak lagi.

Ini semua terjadi karena dorongan ketakwaan kepada Allah, alhasil tak ada jurusan yang sia-sia sebab semuanya memang didesain demi kemaslahatan umat, mencetak generasi yang berilmu untuk membangun peradaban mulia.

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pontianak/baca-artikel/14262/Generasi-Milenial-Dan-Generasi-Kolonial.html#:~:text=Adapun%20Gen%20Z%2C%20merupakan%20generasi,berusia%2024%2D39%20tahun).
https://amp.kontan.co.id/news/indeks-ketersediaan-lapangan-pekerjaan-mulai-turun-imbas-digitalisasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *