Oleh: E.Z. Muttaqien Yunus
Bulan Juli-Agustus akan menjadi puncak musim kemarau di Kota Makassar. Bahkan bisa sampai September menurut BMKG. Ada empat kecamatan yang terancam mengalami kesulitan air bersih: Tallo, Ujung Tanah, Tamalanrea dan Biringkanaya.
Selama ini ketersediaan air bersih Kota Makassar ditunjang oleh keberadaan Bendung Lekopancing. Selain itu ada intake Malengkeri yang mengambil dari Sungai Jeneberang dan intake sementara di Moncongloe yang mengambil dari sungai Tallo.
Sayangnya kalau belajar dari beberapa tahun terakhir kondisi musim kemarau, keberadaan sumber air eksisting masih belum mampu memenuhi kebutuhan air bersih 1,5 juta warga Makassar.
Anomalinya, ketika musim penghujan tiba beberapa titik di Kota Makassar mengalami kebanjiran. Logika sederhananya mestinya kita melakukan sebuah kegiatan yang menampung air saat musim penghujan agar dapat digunakan saat musim kemarau.
Permasalahan yang terjadi saat ini dengan adanya proses pembangunan, pengaspalan jalan membuat siklus air yang dulu kita pelajari saat SD tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Air yang mestinya bisa masuk ke tanah dan terendap agar bisa digunakan kembali saat musim kemarau terhalangi oleh adanya bangunan baru atau mengalami kesulitan untuk menembus ke tanah karena tertutupi oleh beton dan aspal, akhirnya airnya tergenang menjadi banjir dan langsung mengalir ke laut.
Kita bisa saja menggunakan teknologi pengubah air laut menjadi air layak minum tetapi harganya sangat mahal. Karenanya alternatif yang memungkinkan dengan cara sederhana adalah mempermudah air untuk bisa masuk ke dalam tanah.
Misal untuk skala rumah tangga di halaman rumah setiap warga membuat lubang biopori sekitar 5-10 buah lubang.
Di jalanan beraspal dibuatkan sumur-sumur resapan yang akan membantu air masuk ke dalam tanah. Pemerintah kota dapat memperbanyak taman dan hutan kota. Hal ini juga membantu memperbanyak tanaman untuk mereduksi karbon dan memproduksi lebih banyak oksigen.
Satu ancaman yang jarang disadari adalah kondisi keseringannya kita menggunakan air tanah dengan menggunakan mesin air yang pada masa tertentu kondisi tanah di bawah perumahan kita menjadi kopong dan keropos.
Jika di satu permukiman terdapat 500 orang warga dengan penggunaan air bersih rata-rata 130 liter/orang/hari maka akan menyerap 65.000 liter air per hari. Untuk 1,5 juta warga Makassar berarti kita menggunakan paling sedikit 195.000.000 liter per hari.
Kemungkinan yang dapat terjadi seperti di Balaroa, Palu ketika terjadi likuifaksi, satu perumahan di Balaroa waktu gempa tersebut hancur, kabarnya ketika kejadian wilayah tersebut seakan diblender.
Ketika saya ke sana, berjalan di permukaannya itu sudah berjalan di atas atap-atap perumahan warga Balaroa. Dengan adanya lubang biopori dan sumur serapan diharapkan dapat mengisi kembali kekosongan air di bawah areal pemukiman kita tersebut.
Sama halnya pohon agar dapat digunakan secara berkelanjutan perlu dilakukan reboisasi, begitupun dengan air perlu dilakukan reboisasi air agar dapat digunakan secara berkelanjutan. Cara buat lubang bioporinya sederhana, siapkan pipa pvc 1-1,5 meter saja dan linggis atau bor biopori, silahkan googling di youtube untuk lihat caranya.