Mengembalikan Pesona Manusia Muslim yang Hilang

Oleh: Agung Wahyudi

Dulu Islam hebat karena kualifikasi manusia muslimnya juga hebat. Ada Abu Bakar yang sangat fasih soal nasab masyarakat Quraisy. Ada Umar bin Khattab yang tegas, sangking tegasnya beliau digelari al-Faruq yang berarti pembeda antara haq dan bathil.

Ada Usman bin Affan yang kaya dan dermawan. Ada Khalid bin Walid yang kelihaiannya memainkan senjata tiada tanding sehingga digelari Saifullah yang berarti pedang Allah. Dan nama-nama sahabat Rasulullah lainnya yang juga tak kalah hebatnya.

Itulah potret sebuah entitas yang dihuni oleh manusia-manusia yang kualifikasinya tinggi. Entitasnya akan tampak hebat karena memang digerakkan oleh manusia-manusia hebat.

Dan ini adalah teori dasar kehidupan sosial, kalau individu manusianya lemah tercipta masyarakat lemah, masyarakat lemah melahirkan bangsa yang lemah pula. Begitu pun sebaliknya, individu manusia kuat menciptakan masyarakat kuat, masyarakat kuat melahirkan bangsa yang kuat.

Jadi, kalau kita perhatikan ada pertemuan antara risalah Islam yang hebat dengan pesona manusianya yang juga dahsyat. Inilah rahasia kegemilangan peradaban sejak zaman Rasulullah.

Sayangnya ini yang hilang dari zaman kita sekarang. Kita kehilangan pesona manusia muslim. Pesona kebenaran Islam tentu akan selalu terpancar karena ia abadi, tapi pesona manusianya temporal dan berubah-ubah.

Kalau kita bertanya apa sebabnya manusia muslim hari ini kehilangan pesonanya? jawabannya karena mereka membangun hidupnya tidak dengan lapisan-lapisan kualifikasi model manusia muslim sebagaimana ulasan kita di tulisan sebelumnya: afiliasi, partisipasi dan kontribusi.

Pada lapisan afiliasinya, kita mengalami keterbelahan kepribadian. Salah satu alasannya karena biasanya kita menerima Islam hanya sebagai ‘warisan budaya’. Kita Islam karena orang tua kita Islam bukan sebagai pilihan hidup lewat pemahaman, ilmu dan keyakinan.

Akibatnya kita kehilangan arah hidup dan perasaan terarah. Ujung-ujungnya mencari ajaran hidup di tempat lain sehingga dapat dipastikan pesonanya tidak akan muncul.

Kemudian di lapisan partisipasi sebagai kelanjutan dari lapisan sebelumnya, secara sosial kita tidak maksimal. Ini adalah efek dari ketiadaan kepribadian yang kuat. Akibatnya kita hadir di tengah-tengah masyarakat tidak ditopang dengan pemahaman akan fungsi, peran dan tanggungjawab kita.

Akhirnya keberadaan kita tidak memberi arti apapun. Keberadaan kita tidak membuat mereka gembira dan kepergian kita tidak membuat mereka bersedih.

Yang terakhir, lapisan kontribusi. Kita tidak maksimal mengambil peran. Karena potensi dan kompetensi inti kita tidak terpetakan dengan baik. Kita mengalami dislokasi potensi. Sehingga kita bekerja tidak dapat maksimal dan tidak meninggalkan jejak sejarah yang kuat di masyarakat.

Jadi kalau kembali ke pertanyaannya, apa sebabnya manusia muslim hari ini kehilangan pesonanya? Jawabannya karena kepribadian mereka lemah, sehingga partisipasinya di masyarakat akhirnya juga lemah dan ujungnya mereka tidak dapat berkontribusi dengan maksimal sebagai syarat tampaknya pesona manusia muslim.

Sekarang, jika kita ingin mengembalikan pesona manusia muslim maka kita harus mempertemukan kembali manusia muslim itu dengan mata air kecemerlangannya. Ada 8 mata air kecemerlangan manusia muslim. Kita ulas kemudian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *