Pikiran adalah akar kepribadian. Itu tema tulisan saya tiga pekan yang lalu. Kesimpulannya adalah semua tindakan, perilaku, kebiasaan, dan karakter kita bermula dari pikiran kita sendiri.
Di tulisan itu saya mengutip pandangan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah soal tahapan pembentukan karakter. Beliau berpandangan bahwa tahapan pembentukan karakter itu dimulai dari pikiran lalu turun ke tahapan hati dan keluar dalam bentuk tindakan atau perilaku dan akhirnya menjadi karakter atau akhlak.
Di fase pikiran itu, Ibnu Qayyim mengatakan ada 3 tahapannya: lintasan pikiran – memori – ide. Lintasan pikiran inilah yang boleh kita sebut dengan pintu/gerbang pembentukan karakter manusia.
Jadi kalau ingin mengubah karakter ubahlah pikiran. Dan kalau ingin mengubah pikiran jagalah gerbangnya yaitu lintasan pikiran. Sebab itulah benih dari setiap gagasan yang berkembang dalam pikiran kita.
Kebaikan dan keburukan selalu bermula dari sana (lintasan pikiran). Setan memasuki manusia (juga) dari pintu lintasan pikirannya. Jika kita tidak dapat mencegah lintasan-lintasan pikiran yang buruk, maka kita juga tidak akan dapat mencegah munculnya tindakan-tindakan yang buruk.
Lintasan pikiran tidak bisa dimatikan. Ia menyerbu manusia dengan ribuan lintasan pikiran setiap saat, dan serbuannya begitu dahsyat. Yang dapat kita lakukan hanya mengalihkannya dan menggantikannya dengan lintasan-lintasan pikiran yang baik. Untuk itu kita harus belajar memikirkan apa yang seharusnya tidak perlu kita pikirkan.
Kita harus dapat menjamin bahwa semua yang kita pikirkan adalah sesuatu yang dapat dipertanggunbjawabkan, yaitu dengan cara mengontrol semua informasi yang terserap dalam benak kita melalui pancaindra, khususnya penglihatan dan pendengaran.
Karena itulah Allah SWT telah berfirman, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan akal akan dimintai pertanggungjawaban (di hari akhirat)”.
Agung Wahyudi, Direktur Lentera Institut dan Penulis tema-tema pengembangan diri muslim.