Oleh: Liana Uswa (Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam Unismuh Makassar)
Kain agung itu telah berkibar gagah diatas sana
Tak ada lagi rintihan takut mati yang berkumandang
Segelas kopi tak takut lagi kuteguk
Kami telah Merdeka, Fikirnya.
Di sisi lain buana kala itu
Tumpukan mayat menggunung bagai oro
Jantan maupun betina
Semua mati demi ambisi
Pistolku tak lagi terlihat
Mereka bersembunyi dibalik selimutku
Menembus Gudang ilmu dalam jiwaku
Lalu Malam itu menjadi saksi akhir kisahku
Belum sempat kunikmati nirwanaku
Para komunis berkedok dayang kini menjemput ajalku
Haruskah kusalahkan Putra sang fajar?
Darahku mengalir demi singgasananya
Kufikir penutup kisahku akan seindah dongeng pahlawan yang kutau
Rupanya, lubang buaya kini menjadi ranjangku
Nama mewah itu tak lagi berarti
Aku mati tanpa kehormatan
Lalu apa yang kudapat kini?
Pemenangnya tetap mereka yang berkuasa
Makamku jadi batu loncatan untukmu bukan?
Tak apa, menyalak pun sudah tak ada guna.
Masya Allah keren