Bukittinggi dan Krisis Sampah: Antara Kota Wisata dan Kota Kumuh

LENTERA.PRESS,– Pagi ini saya melintasi salah satu ruas Jalan By Pass di Kota Bukittinggi, 27/05/2025. Pemandangan yang saya temukan menyayat hati: tumpukan sampah berserakan di pinggir jalan, tepat di bawah spanduk besar bertuliskan “DILARANG MEMBUANG SAMPAH DI LOKASI INI.”

Masalah ini bukan hal baru. Sampah telah menjadi persoalan menahun di kota yang kerap membanggakan diri sebagai destinasi wisata sejarah. Ironisnya, solusi yang tampak dari pemerintah hanyalah pemasangan spanduk larangan. Tidak ada tempat sampah yang memadai, tidak ada pengangkutan rutin, tidak ada program edukasi masyarakat secara masif, dan tak terlihat adanya upaya terpadu untuk menyelesaikan persoalan ini secara sistemis.

Pertanyaan mendasarnya: apakah para pemimpin kota benar-benar bekerja untuk rakyat?

Jika solusi terbaik yang mereka tawarkan hanya larangan di atas kain baliho, sementara mereka sibuk menghadiri acara seremonial, memotong pita, dan berswafoto dalam balutan simbol kekuasaan, maka sulit untuk tidak menyebut mereka sebagai penguasa yang gemar akan penghormatan, namun abai terhadap persoalan mendasar rakyat.

Tentu saja, sebagian masyarakat juga perlu diingatkan soal tanggung jawab menjaga lingkungan. Namun negara tidak bisa hadir hanya sebagai pemberi perintah dan larangan. Negara seharusnya hadir sebagai pembimbing yang memfasilitasi dan mengedukasi. Dalam konteks ini, abainya pemerintah justru menjadi akar dari ketidakpatuhan masyarakat.

Kondisi hari ini membuat Bukittinggi lebih layak disebut sebagai kota kumuh daripada kota wisata. Taman kota yang gersang, saluran air yang tersumbat, jalan berlubang, dan kini, jalan utama pun berubah menjadi tempat pembuangan sampah liar.

Maka dari itu, kami dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Bukittinggi menyatakan sikap:

  1. Mendesak Wali Kota dan Dinas Lingkungan Hidup untuk mengambil langkah konkret, bukan sekadar kegiatan seremonial.
  2. Meminta DPRD Kota Bukittinggi untuk lebih aktif menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja eksekutif.
  3. Mengajak masyarakat Bukittinggi untuk lebih sadar akan pentingnya menjaga kebersihan dan keindahan kota. Kota ini milik kita semua.

Bukittinggi tidak butuh pemimpin yang hanya tampil di depan kamera. Ia butuh pemimpin yang bekerja, turun ke lapangan, dan menyelesaikan persoalan dari akar.

Bukan spanduk yang dibutuhkan, tapi solusi nyata.

Oleh: Adisra Ahmad – Ketua Umum KAMMI Kota Bukittinggi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *