LENTERA.PRESS – Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-XXII/2024 merupakan tonggak penting dalam menjamin pendidikan dasar sembilan tahun gratis di Indonesia, baik di sekolah negeri maupun swasta. Landasan konstitusional dari putusan ini berakar pada Pasal 31 ayat (1), (2), dan (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan, dan negara wajib membiayai pendidikan dasar secara gratis. Ketentuan ini mengokohkan bahwa pendidikan adalah hak fundamental yang harus dipenuhi oleh negara tanpa diskriminasi.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya yang sedang direvisi, mengatur prinsip keterbukaan, keadilan, dan pemerataan dalam pelayanan pendidikan. Naskah akademik revisi UU ini menegaskan perlunya kebijakan yang tidak hanya memastikan akses pendidikan tanpa biaya, tapi juga menghilangkan praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran yang sering terjadi, terutama terkait Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Ini penting agar pendidikan benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Secara filosofis, pendidikan merupakan amanah moral dan sosial yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, berintegritas, dan mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Prinsip keadilan sosial dalam pendidikan harus menjamin bahwa tidak ada satu pun anak yang terpinggirkan akibat ketidakmampuan ekonomi atau praktik korupsi di sistem pendidikan. Pendidikan menjadi wahana pembentukan insan yang bertanggung jawab, selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan etika sosial yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Dari perspektif sosiologis, pemerataan pendidikan berperan sebagai alat untuk mengurangi kesenjangan sosial dan memperkuat kohesi sosial. Ketimpangan akses dan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pelosok, serta antara sekolah negeri dan swasta, menimbulkan fragmentasi sosial yang berpotensi mengancam stabilitas dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penghapusan pungutan ilegal dan korupsi di bidang pendidikan harus diupayakan agar masyarakat dapat merasakan keadilan dalam memperoleh layanan pendidikan.
Secara yuridis, tindak pidana korupsi yang menggerogoti anggaran pendidikan harus ditindak secara tegas berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penegakan hukum yang konsisten dan transparan sangat krusial untuk memberikan efek jera serta menjaga integritas sistem pendidikan. Hal ini juga didukung dengan penerapan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik agar seluruh masyarakat mendapatkan akses informasi anggaran pendidikan secara transparan.
Penegak hukum di Indonesia, baik institusi kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta lembaga pengawas internal di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, harus bekerja sama secara sinergis dan terintegrasi. Kerjasama ini juga melibatkan lembaga bantuan hukum, organisasi masyarakat sipil, dan advokat yang berperan aktif dalam memberikan pendampingan hukum dan pengawasan atas pelaksanaan pendidikan. Sinergi ini penting agar proses pengawasan tidak hanya dilakukan dari dalam institusi, tetapi juga didukung oleh kontrol sosial dari luar institusi.
Masyarakat memiliki peran strategis dalam mengawasi jalannya pendidikan melalui mekanisme partisipasi publik dan keterbukaan informasi. Melalui forum musyawarah sekolah, transparansi penggunaan dana BOS, dan akses ke informasi publik, masyarakat dapat mengidentifikasi potensi penyimpangan dan melaporkan dugaan korupsi atau pungutan liar. Dengan pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan aktif mereka, pengawasan pendidikan dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, keberhasilan menjamin pendidikan dasar gratis yang merata dan berkualitas sangat bergantung pada integrasi antara landasan hukum yang kuat, kesadaran filosofis dan sosial, serta penegakan hukum yang tegas dan partisipasi aktif masyarakat. Ini menjadi pondasi penting untuk mewujudkan Indonesia Emas yang berkeadilan, di mana setiap anak bangsa mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi diri tanpa hambatan ekonomi atau korupsi yang merugikan. Melalui kolaborasi semua pihak, kita dapat memastikan pendidikan sebagai instrumen utama pembangunan bangsa yang inklusif dan berkelanjutan.
Oleh: Al Kautsar Taufik