Opini: Tantangan Menjadi Umat Terbaik

LENTERA PRESS – Setiap zaman memiliki tantangannya sendiri, begitu pula umat Islam yang menyandang predikat mulia sebagai khairu ummah — umat terbaik. Predikat ini bukanlah gelar kosong atau sekadar kebanggaan identitas, melainkan tanggung jawab besar yang menuntut kerja nyata, keberanian moral, dan keimanan yang kokoh. Allah menegaskan dalam firman-Nya:

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3]: 110)

Ayat ini menegaskan bahwa predikat umat terbaik hanya berlaku bagi mereka yang memenuhi tiga kriteria utama: memiliki progresivitas dalam amal kebaikan, keberanian melawan keburukan, dan keteguhan iman kepada Allah semata. Namun, di tengah derasnya arus modernitas, ketiga hal tersebut kini menghadapi ujian berat.

Hilangnya Progresivitas dalam Proyek-Proyek Kebaikan

    Salah satu gejala yang mengkhawatirkan dalam kehidupan umat hari ini adalah hilangnya semangat progresif dalam mendukung proyek-proyek kebaikan. Banyak di antara kita yang puas menjadi penonton dalam kebaikan. Amal sosial, dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan sering kali dianggap urusan lembaga atau segelintir aktivis. Padahal, menjadi umat terbaik menuntut setiap individu untuk aktif menjadi bagian dari gerakan kebaikan itu sendiri.

    Umat terbaik bukanlah mereka yang hanya bangga dengan masa lalu, melainkan mereka yang berperan aktif membangun masa depan. Di era digital, misalnya, proyek kebaikan bisa berupa penyebaran literasi Islam, membangun ekosistem dakwah kreatif, atau menumbuhkan budaya gotong royong digital. Progresivitas ini adalah tanda bahwa iman tidak beku, tetapi hidup dan berdaya dalam tindakan sosial.

    Berani Mencegah Proyek Keburukan dan Keterbelakangan

      Umat terbaik bukan hanya pencinta kebaikan, tetapi juga penentang keburukan. Tantangan besar saat ini adalah keberanian moral untuk menolak arus kemungkaran yang sering dikemas secara halus: korupsi yang dibungkus dengan kata “kebijakan”, kemaksiatan yang disamarkan sebagai “kebebasan”, atau ketidakadilan yang dibiarkan karena “tak mau ikut campur”.

      Menjadi umat terbaik berarti berani berkata benar meski sendirian, menegakkan keadilan meski tidak populer, dan melawan kebodohan meski dianggap melawan arus. Rasulullah ﷺ telah mengingatkan bahwa siapa pun yang melihat kemungkaran harus mencegahnya dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan, dan jika masih tidak mampu maka dengan hati — dan itu selemah-lemahnya iman.

      Keberanian moral inilah yang menjadi pembeda antara umat pengikut kebenaran dan umat yang tenggelam dalam kompromi keburukan.

      Aktif Meningkatkan Hubungan Keimanan kepada Allah

        Fondasi dari semua perjuangan sosial dan moral adalah keimanan. Tanpa iman yang hidup, semangat amar ma’ruf dan nahi munkar akan rapuh, mudah luntur karena tekanan dunia. Maka, umat terbaik harus senantiasa memperbarui hubungan spiritualnya dengan Allah — melalui ibadah, tadabbur Al-Qur’an, dan keikhlasan dalam setiap amal.

        Keimanan yang kuat menumbuhkan visi tauhid yang menyeluruh, bahwa seluruh proyek kebaikan bukanlah untuk popularitas, tetapi sebagai bentuk penghambaan kepada Allah. Inilah yang membuat umat Islam tetap tegar dalam arus globalisasi, tidak kehilangan arah meski dunia terus berubah.

        Bagaimana Menjadi Umat Terbaik

        Menjadi umat terbaik bukan warisan yang otomatis melekat pada setiap Muslim, melainkan hasil dari perjuangan terus-menerus untuk menjaga progresivitas dalam kebaikan, keberanian dalam melawan keburukan, dan kesungguhan dalam beriman kepada Allah.

        Tantangan ini menuntut kesadaran kolektif dan langkah nyata di setiap level kehidupan — pribadi, sosial, hingga kebangsaan. Jika umat Islam mampu menghidupkan kembali semangat tersebut, maka dunia akan kembali menyaksikan bahwa Islam bukan hanya agama ritual, tetapi juga peradaban yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

        Oleh: Muh Imran, Kabid Kebijakan Publik PP KAMMI, Dai Muda, Pemerhati Kebijakan Publik

        2 thoughts on “Opini: Tantangan Menjadi Umat Terbaik

        Tinggalkan Balasan

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *