Opini: Makan Bergizi Gratis: Solusi Atau Ancaman?

LENTERA PRESS – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto bukanlah program yang lahir tanpa perencanaan. Di baliknya, ada pertimbangan matang, data yang kuat, dan kesadaran terhadap kondisi sosial-ekonomi bangsa. Program ini bukan sekadar kebijakan populis, melainkan strategi jangka panjang untuk memperkuat sumber daya manusia Indonesia sejak usia dini.

Sebagai seseorang yang pernah hidup dan bersekolah di pelosok desa, penulis sangat mengapresiasi gagasan besar ini. Banyak anak-anak di daerah yang datang ke sekolah tanpa sarapan, karena keterbatasan ekonomi keluarga. Kondisi ini tentu berdampak pada konsentrasi belajar dan tumbuh kembang mereka. Maka, MBG menjadi langkah nyata negara hadir untuk memastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang belajar dalam keadaan lapar.

Ketika Solusi Diterpa Isu Keracunan namun, belakangan publik dikejutkan dengan beberapa kasus keracunan yang diduga berasal dari program MBG di sejumlah daerah. Kejadian ini tentu sangat disayangkan, terlebih karena menelan korban jiwa. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa insiden tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak atau menghentikan program MBG secara keseluruhan.

Masalah yang terjadi bukan terletak pada ide besar programnya, melainkan pada implementasi dan pengawasan lapangan. Setiap sistem besar pasti memiliki celah, dan tugas negara bersama masyarakat adalah memperbaikinya, bukan membatalkannya.

Oleh karena itu, perlu penekanan serius pada aspek kesehatan dan pengawasan bahan pangan. Pemerintah harus memastikan sumber bahan makanan seperti beras, sayur, tempe, tahu, ikan, dan daging diperoleh dari produsen yang jelas, higienis, dan memenuhi standar keamanan pangan.

Peran Strategis Badan Gizi Nasional dalam konteks ini, Badan Gizi Nasional (BGN) memiliki peran sentral. Ada tiga hal penting yang perlu dilakukan:

1. Pelibatan Dinas Kesehatan di semua level nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota untuk memastikan dapur-dapur penyedia MBG memenuhi standar kebersihan dan kelayakan gizi.

2. Pemanfaatan produk lokal secara langsung, yakni mengambil bahan pangan dari petani, nelayan, dan peternak tanpa perantara swasta atau yayasan. Langkah ini tidak hanya menjamin kualitas bahan makanan, tetapi juga menghidupkan ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

3. Pengawasan terpadu oleh BGN untuk memastikan dua hal di atas berjalan baik: keamanan makanan dan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar dapur MBG. Dengan demikian, program ini bisa menjadi wadah pemberdayaan bukan sekadar distribusi makanan.

4. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh dapur penyedia program MBG di Indonesia. Setiap dapur yang tidak memenuhi standar kebersihan dan keamanan pangan harus segera dibenahi atau bahkan dihentikan operasionalnya sementara hingga memenuhi syarat yang ditetapkan. Jika ditemukan adanya kelalaian atau kesengajaan dalam proses pengolahan bahan makanan mulai dari penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi maka pihak terkait harus diberi sanksi tegas. Hal ini penting untuk menjaga integritas program dan memastikan keselamatan peserta didik yang menjadi penerima manfaat utama MBG.

Menatap Indonesia Emas 2045Harapan penulis sederhana namun mendasar: agar Badan Gizi Nasional benar-benar menjadikan keselamatan dan kesejahteraan anak bangsa sebagai prioritas utama. Setiap kasus harus menjadi pelajaran, bukan alasan untuk mundur.

Program Makan Bergizi Gratis adalah wujud nyata perhatian Presiden terhadap masa depan bangsa. Jika dijalankan dengan sistem yang transparan, higienis, dan berpihak pada rakyat kecil, MBG akan menjadi pondasi penting menuju Indonesia Emas 2045 – bangsa yang sehat, cerdas, dan berdaulat atas pangannya sendiri.

Oleh: Muh Imran, Kabid Kebijakan Publik PP KAMMI & Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik

2 thoughts on “Opini: Makan Bergizi Gratis: Solusi Atau Ancaman?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *